Dunia maya kembali berguncang. Gelombang serangan siber besar-besaran melanda sedikitnya 40 perusahaan global dari berbagai sektor, mulai dari keuangan, logistik, hingga energi. Hacker di balik aksi ini menuntut tebusan dalam jumlah fantastis, dan menariknya, pola serangan mereka disebut para ahli mirip dengan strategi dalam permainan Mahjong pelan, penuh perhitungan, dan mematikan pada akhirnya. Menurut laporan dari lembaga keamanan siber internasional SentinelWatch, kelompok peretas ini menggunakan taktik bertahap. Mereka tidak menyerang secara langsung, melainkan masuk perlahan ke sistem internal korban selama berbulan-bulan sebelum melancarkan pukulan akhir. Seolah seperti pemain Mahjong yang dengan sabar menunggu momen sempurna sebelum mengungkap kartu kemenangan. Kepanikan mulai terasa di berbagai pusat data dunia. Beberapa perusahaan bahkan terpaksa menutup akses server utama mereka sementara untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Para analis menyebut serangan ini bukan kerja hacker amatir. Polanya sangat rapi, seperti disusun oleh tim yang berpengalaman dalam operasi spionase digital. Mereka menggunakan teknik multi-layer encryption dan serangan phishing berantai yang membuat deteksi dini hampir mustahil. "Serangan ini memiliki ritme yang konsisten, seperti gelombang Mahjong—naik turun, pelan, tapi terus menekan targetnya," ujar Dr. Revan Murdock, pakar siber dari CyberState Lab. Dalam laporan awal, diperkirakan 40 perusahaan global dari Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Singapura, dan Jerman telah menjadi korban. Sebagian besar merupakan perusahaan multinasional dengan aset digital bernilai miliaran dolar. Lebih mengerikan lagi, kelompok hacker ini tidak hanya mencuri data, tapi juga menanamkan ransomware modular, yang memungkinkan mereka mengontrol sistem secara jarak jauh bahkan setelah data dibayar dan dipulihkan.
Mengapa banyak pakar menyamakan aksi ini dengan strategi Mahjong? Karena dalam Mahjong, pemain tidak bisa langsung menang. Mereka harus mengatur posisi kartu, membaca gerak lawan, dan menunggu saat yang tepat untuk menjatuhkan langkah pamungkas. Begitu juga dengan serangan ini. Hacker tidak langsung meminta tebusan begitu masuk ke sistem. Mereka terlebih dahulu memetakan jaringan korban, mempelajari perilaku pengguna, dan mencari celah paling menguntungkan. Setelah itu, barulah mereka mengunci seluruh sistem dengan enkripsi yang hampir mustahil dibuka tanpa kunci dekripsi khusus. Seorang peneliti siber dari Tokyo mengatakan, Mereka seperti pemain Mahjong yang sudah tahu seluruh kartu di meja. Begitu waktunya tiba, mereka tak perlu banyak bicara—hanya satu langkah kecil yang membuat semua lawan kalah telak. Taktik ini menunjukkan tingkat disiplin tinggi dan kemampuan teknis luar biasa. Tidak heran, banyak analis menduga kelompok di balik serangan ini didukung oleh sumber daya besar dan kemungkinan terhubung dengan jaringan global yang terorganisir.
Salah satu kisah paling mengejutkan datang dari perusahaan logistik asal Eropa, yang dilaporkan lumpuh total selama 36 jam setelah server utama mereka diretas. Operasional pengiriman terhenti, data pelanggan terkunci, dan ribuan transaksi gagal diproses. Kami seperti kehilangan kontrol sepenuhnya. Sistem tiba-tiba menampilkan pesan aneh dengan logo Mahjong, disertai permintaan pembayaran dalam cryptocurrency, ujar salah satu karyawan anonim. Dalam pesan tersebut, hacker menulis kalimat yang membuat bulu kuduk berdiri: Langkah kami seperti Mahjong—tidak terburu-buru, tapi pasti. Bahkan, ada laporan bahwa di beberapa server korban, para peretas meninggalkan gambar karakter Mahjong dengan simbol naga hitam seolah menjadi tanda tangan digital kelompok tersebut.
Laporan serangan ini membuat banyak negara langsung meningkatkan status kewaspadaan siber nasional. Beberapa lembaga pemerintah bahkan melakukan audit darurat terhadap sistem digital mereka untuk memastikan tidak ada infiltrasi. Amerika Serikat melalui FBI, Inggris lewat National Cyber Security Centre (NCSC), dan Badan Siber Nasional Indonesia (BSSN) dikabarkan telah membentuk tim investigasi gabungan. Sementara itu, warganet di berbagai platform ramai membahas istilah Mahjong Cyber Attack yang kini viral di media sosial. Banyak yang menganggap serangan ini sebagai bentuk seni strategi digital, karena begitu terencana dan penuh simbolisme. Namun, di balik kehebohan itu, rasa khawatir juga mulai tumbuh. Jika hacker bisa menyerang perusahaan sebesar itu dengan mudah, bagaimana dengan data publik, perbankan digital, dan lembaga negara yang masih lemah dalam perlindungan siber?
Banyak netizen berpendapat bahwa kelompok ini bukan sekadar pencari uang, melainkan pihak yang sedang mengirim pesan kepada dunia. Dalam forum-forum siber internasional, muncul teori bahwa kelompok ini mungkin berasal dari koalisi peretas yang selama ini dikenal hanya di lingkaran gelap internet. Ini bukan cuma soal uang tebusan. Ada pesan di balik simbol Mahjong itu. Mereka ingin menunjukkan bahwa kendali dunia digital bisa berpindah tangan kapan saja, tulis seorang pengguna forum keamanan internasional. Beberapa analis bahkan berpendapat, gaya serangan ini mengingatkan pada Operation ShadowMaze tahun 2020, yang menggunakan pola gelombang serangan bertahap dan simbolisme permainan strategi Asia Timur. Namun, hingga kini, belum ada bukti konkret yang mengaitkan kedua aksi tersebut.
Di tengah kekacauan, sejumlah negara dan perusahaan mulai bangkit untuk memperkuat sistem pertahanannya. Indonesia misalnya, melalui BSSN, telah mempercepat integrasi sistem keamanan lintas kementerian dan BUMN. Kita tidak bisa terus menjadi target. Pola serangan ini memberi pelajaran bahwa keamanan siber bukan lagi tambahan, tapi kebutuhan utama, ujar Kepala BSSN dalam konferensi pers di Jakarta. Beberapa perusahaan besar juga mulai mempekerjakan ethical hacker untuk menguji ketahanan server mereka, sementara sebagian lainnya meningkatkan enkripsi internal dan menerapkan sistem zero trust network. Namun, para ahli memperingatkan bahwa hacker di balik serangan Mahjong ini tampaknya sudah berada beberapa langkah di depan. Mereka seperti pemain yang sudah hafal setiap pola permainan. Kalau kita hanya reaktif, mereka akan selalu menang, ujar pakar keamanan siber global, Ivan Yu.
Tak sedikit yang memuji kecerdikan para peretas ini—bukan karena setuju dengan aksinya, tetapi karena strategi mereka menggabungkan seni dan logika. Mahjong memang permainan yang dikenal rumit dan memerlukan intuisi tinggi. Begitu pula dengan serangan ini, yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memprediksi respons target sebelum menyerang. Serangan ini hampir seperti pertarungan psikologis, kata analis teknologi dari Singapura. Mereka tahu kapan target merasa aman, lalu menyerang di saat paling tidak terduga. Fenomena ini juga memperlihatkan bahwa ancaman digital kini semakin halus. Tidak lagi frontal, melainkan menyerang melalui kepercayaan—dengan menginfeksi sistem internal yang tampak normal, lalu menguncinya di saat semua orang lengah.
Seiring meningkatnya kekhawatiran, banyak perusahaan kini memprioritaskan investasi di bidang keamanan siber. Data dari IDC menunjukkan bahwa anggaran global untuk keamanan digital diperkirakan meningkat 18% pada tahun depan, dengan nilai mencapai lebih dari US$ 300 miliar. Beberapa perusahaan global bahkan menjalin kerja sama dengan lembaga pertahanan negara untuk melindungi infrastruktur vital. Namun, para pakar memperingatkan bahwa tidak ada sistem yang benar-benar aman. Sama seperti dalam Mahjong, tidak ada jaminan kemenangan absolut—hanya peluang yang bisa dimaksimalkan lewat strategi dan kesabaran.
Serangan ini mengingatkan kita bahwa dunia digital bukan lagi sekadar ruang maya—ini adalah arena strategi global, tempat para pemain besar bertarung dengan otak, bukan senjata. Seperti permainan Mahjong yang membutuhkan keseimbangan antara logika, kesabaran, dan keberanian mengambil risiko, begitu pula pertahanan siber masa kini. Pemerintah dan perusahaan harus belajar dari pola itu: tidak bisa hanya bertahan, tapi juga harus membaca arah serangan lawan. Mungkin hari ini dunia panik karena 40 perusahaan besar tumbang, tapi di balik kekacauan ini, ada pelajaran penting. Dunia harus berhenti menganggap hacker hanya sebagai ancaman—karena mereka juga cermin dari seberapa rapuh sistem digital kita saat ini. Dan seperti pemain Mahjong yang bijak, hanya mereka yang mampu membaca pola dan bertahan dalam ketenanganlah yang akan menang di babak terakhir permainan ini.